Belajar Tajwid
ILMU TAJWID
ILMU TAJWID
PENGERTIAN ILMU TAJWID
Tajwid sendiri jika dilihat dari bahasa berasal dari kata ” Jawwada ” (جوّد-يجوّد-تجويدا) yang mempunyai arti melakukan sesuatu dengan indah, bagus, dan membaguskan. Sedangkan di dalam Ilmu Qiraah, tajwid mempunyai arti mengeluarkan huruf dari tempatnya yang sesuai dengan sifat-sifat yang dimiliki huruf tersebut.
Sedangkan jika dilihat dari segi istilah, Tajwid ini adalah ilmu untuk membaguskan pembacaan pada kitab suci Al-Qur’an disertai dengan kaidah-kaidah ilmu tajwid yang berlaku pada setiap huruf.
Imam Ali bin Abi Thalib pernah mengatakan juga bahwa Tajwid ialah mengeluarkan tiap huruf dari makhrojnya dengan memberikan hak untuk setiap huruf (hak tersebut adalah sifat yang melekat pada tiap huruf seperti Iqlab, Qalqalah, dll) serta mustahaq huruf (sifat huruf yang dikarenakan sebab tertentu seperti Iqlab, izhar, dll).
Jadi bisa kita simpulkan disini, pengertian Ilmu Tajwid adalah Ilmu yang mempelajari tentang bagaimana cara mengucapkan atau melafadzkan tiap huruf-huruf yang berada di dalam kitab suci Al-Qur’an dan Hadist atau juga yang lainnya.
Istilah Khusus dalam Ilmu Tajwid
Ada beberapa istilah yang harus kita perhatikan dan pahami di dalam Ilmu Tajwid ini terutama disaat kita sedang membaca Al-Qur’an dan Hadist. Dimana ini adalah pengelompokan ilmu yang setelah ini akan kita bahas. Diantaranya adalah :
Makharijul Huruf. Ini adalah tempat keluar masuknya suatu huruf hijaiyah dalam Al-Qur’an.
Shifatul Huruf. Ini adalah cara mengucapkan atau melafadzkan tiap huruf pada Al-Qur’an
Akhamul Huruf. Ini ilmu tajwid tentang hubungan antara satu huruf dengan huruf lainnya.
Ahkamul Maddi Wal Qasr. Ilmu yang mempelajari panjang pendek bacaan disaat melafadzkan tiap kata dalam ayat Al-Qur’an.
Ahkamul Waqaf Wal Ibtida’. Ilmu tajwid untuk mengetahui huruf dimana kita bisa memulai membaca dan atau berhenti membaca pada tiap bacaan di Al-Qur’an.
Dan yang terakhir adalah Al-Khat dan Al-Utsmani.
Ilmu tersebut adalah macam-macam atau jenis Ilmu yang bisa kita pelajari di dalam Ilmu Tajwid.
Dan menurut Ibn Katsir, membaca secara Tartil adalah membaca secara perlahan dan juga hati-hati karena dengan membaca tersebut akan membantu kita dalam memahami dan mentadaburi setiap isi yang ada pada Al-Qur’an.
OBJEK ILMU TAJWID
Objek/sasaran pembahasan ilmu tajwid adalah Al Qur'anul kariim.
· Yakni bagaimana kita membaca lafadz-lafadz Al Qur'anul karim dengan benar.
Adapun penerapan ilmu tajwid pada hadist: disini ada perbedaan pendapat. Ada yang mengatakan harus menggunakan tajwid ketika membaca hadist. Akan tetapi yang masyhur yakni ilmu tajwid hanya berkaitan dengan al Qur'an saja. Wallahu a'lam bish showab.
KEGUNAAN DAN MANFAAT MEMPELAJARI ILMU TAJWID
Belajar tajwid sangat memberikan banyak manfaat. Belajar tajwid akan sangat baik jika dimulai sejak dini, karena itu akan mempermudah dan mempercepat proses untuk bisa dan benar dalam membaca Al-Qur’an.
Manfaat utama belajar dan juga mempelajari ilmu tajwid ini adalah agar kita bisa terhindar dari kesalahan di dalam pembacaan ayat suci Al-Qur’an. Jadi, ketika kita sudah mengetahui tentang macam-macam atau jenis dari setiap hukum di Ilmu Tajwid yang ada.
Baik tentang hurufnya, cara pelafadzannya, Insya Allah kita akan sedikit kemungkinan salah dalam membaca Al-Qur’an bahkan tidak salah sama sekali, dengan catatan sungguh-sungguh dalam menggunakan ilmu tajwid.
TUJUAN DAN KEUTAMAAN MEMPELAJARI ILMU TAJWID
Tujuan mempelajari ilmu Tajwid adalah agar dapat membaca ayat-ayat Al-Qur'an secara betul (fasih) sesuai dengan yang diajarkan Rasulullah saw. serta dapat memelihara lisannya dari kesalahan-kesalahan ketika membaca al-Qur'an. Juga agar dapat memelihara bacaan Al-Quran dari kesalahan dan perubahan serta memelihara lisan (mulut) dari kesalahan membaca. Kesalahan dalam membaca Al-Quran dikategorikan dalam dua macam, yaitu:
1. Al Lakhnu al- Jaliy (kesalahan besar/ Fatal) adalah kesalahan dalam membaca alqur’an yang dapat mengubah arti dan menyalahi urf qurro. Melakukan kesalahan ini hukumnya Haram. Yang termasuk diantaranya ialah:
· Kesalahan makhraj huruf. biasanya terjadi pada pengucapan huruf-huruf yang serupa seperti 'ain dan hamzah, cha, ha, kho dan ghain, ta dan sebagainya.
· Salah membaca mad, seperti bacaan pendek dibaca panjang atau sebaliknya.
· Salah membaca charokat. Seperti charokat di akhir kata sebagai yang menunujukkan jabatan kata
2. Al-Lakhnu al-Khofiy (Kesalahan kecil).
HUBUNGAN ILMU TAJWID DENGAN ILMU LAIN
Ilmu tajwid adalah termasuk salah satu ilmu syar’i dan salah satu ilmu al Qur’an.
Syaikhoh DR. Rihab Mufid Syaqiqiy mengatakan
Penisbatannya: Ilmu tajwid adalah termasuk ilmu syar’i dan merupakan salah satu ilmu al Qur-an
Ilmu Tajwid tidak bisa dilepaskan keberadaannya dari ilmu Qira'at. Keberagaman cara membaca lafazh-lafazh Al Quran merupakan dasar bagi kaidah-kaidah dalam Ilmu Tajwid. Ilmu Qira'at adalah ilmu yang membahas bermacam-macam bacaan (Qira'at) yang diterima dari Nabi saw. dan menjelaskan sanad serta penerimaannya dari Nabi saw. Dalam ilmu ini, diungkapkan Qira'at yang shahih serta tidak shahih seraya menisbatkan setiap wajah bacaannya kepada seorang imam Qira'at.
PENCETUS ILMU TAJWID
Jika diperbincangkan kapan bermulanya ilmu tajwid maka kenyataan menunjukan bahwa ilmu ini telah bermula sejak Al-Qur'an diturunkan kepada Rasulullah saw. sendiri diperintah untuk membaca Al-Qur'an dengan tajwid dan tartil seperti yang disebut dalam Ayat 4, Surah al-Muzammil. "Bacalah Al-Qur'an itu dengan tartil (perlahan-lahan)." Kemudian Nabi Muhammad saw. mengajarkan ayat-ayat tersebut kepada para sahabat dengan bacaan tartil.
Sayyidina Ali r.a., apabila ditanya tentang apakah maksud Al-Qur'an dibaca secara tartil maka beliau menjawab, " Membaguskan sebutan atau pelafalan bacaan pada setiap huruf dan berhenti pada tempat yang betul."
Ini menunjukan bahwa pembacaan Al-Qur'an bukanlah suatu ilmu hasil dari ijtihad (fatwa)para ulamayang diolah berdasarkan dalil-dalil dari Al-Qur'an dan Sunah, melainkan sesuatu yang taufiqi (diambil) melalui riwayat dari sumber asalnya, yaitu sebutan dan bacaan Rasulullah saw.
Para sahabat r.a. adalah orang-orang yang amanah dalam mewariskan bacaan ini kepada generasi umat Islam selanjutnya. Mereka tidak akan menambah ataupun mengurangi apa yang telah mereka pelajari itu karena rasa takut mereka yang tinggi kepada Allah Swt.
Meskipun demikian, penulisan ilmu tajwid yang paling awal dianggap ketika Usman melengkapi mushaf dengan tanda titik dan garis atau harakat. Gerakan ini dilakukan karena umat Islam mulai melakukan kesalahan-kesalahan dalam membaca Al-Qur'an. Adapun yang mengetaui gerakan ini adalah Abu Aswad ad-Duwali dan al-Khali bin Ahmad al-Farhidi.
Sebelumnya Usman menyiapkan mushaf Al-Qur'an sebanyak enam atau tujuh buah. Beliau telah membiarkan tanpa titik-titik huruf dan baris-baris untuk memberi keluasan kepada para sahabat dan Thabi'in pada masa itu untuk membacanya sebagaimana yang mereka ambil dari Rasulullah saw. sesuai dengan lahjah (dialek) bangsa Arab macam-macam.
Setelah berkembang luasnya agama Islam ke seluruh tanah Arab serta jatuhnya Roma dan Parsi ke tangan umat Islam pada tahun pertama dan kedua Hijriah, bahasa Arab mulai bercampur dengan bahasa penduduk-penduduk yang ditaklukan umat Islam. Hal ini telah menyebabkan berlakunya kesalahan yang banyak dalam penggunaan bahasa Arab dan pembacaan Al-Qur'an.
Untuk menghindari kesalahan-kesalahan dalam membacanya maka baris dan titik pada huruf-hurufnya. Ilmu Qiraat yang paling awal ialah apa yang telah dihimpun oleh Abu 'Ubaid al-Qasim Ibnu Salam dalam kitabnya al-Qiraat tetapi ada yang mengatakan apa yang telah disusun oleh Abu 'Umar Hafs ad-Duri dalam ilmu Qiraat adalah lebih awal.
Pada kurun ke-4 Hijriah pula, lahir Ibnu Mujahid al-Bagdadi dengan karangannya " Kitabus Sab'ah ", Beliau belajar Qiraat kepada tujuh imam, sesuai dengan tujuh perbedaan dan Mushaf Usmaniah yang berjumlah tujuh naskah.
Setelah itu lahir para ulama yang memelihara kedua ilmu ini dengan karangan-karangan mereka dari masa ke masa, seperti Abu 'Amr ad-Dani dengan kitabnya at-Taysir, Imam asy-Syatibi Tahani dengan kitabnya Hirzul Amani wa Wajhut Tahani yang menjadi tonggak kepada karangan-karangan para tokoh yang sezaman dan yang setelah mereka. Akan tetapi, yang jelas dari karangan-karangan mereka ialah ilmu Tajwid dan ilmu Qiraat senantiasa bergandengan, ditulis dalam satu kitab tanpa dipisahkan pembahasannya. Penulisan ini juga diajarkan kepada murid murid mereka.
Kemudian, lahir pula seorang tokoh yang amat pentingdalam ilmu Tajwid dan Qiraat, yaitu Imam (ulama) yang lebih terkenal dengan nama Ibnul Jazari dengan karangan beliau yang masyhur yaitu an-Nasyr, Tayyibatun Nasr, dan ad-Durratul Mudhiyyah yang mengatakan bahwa ilmu Qiraat adalah sepuluh sebagai pelengkap dari apa yang telah dinyatakan Imam asy-Syatibi dalam kitabnya Hirzul Amani sebagai Qiraat ketujuh.
Imam al-Jazari juga mengarang ilmu Tajwid dalam kitabnya at-Tamhid dan puisi beliau yang lebih terkenal dengan nama Matan al-Jazariah, Imam Al-Jazariahtelah mewariskan karangan-karangannya yang beserta bacaannya, yang kemudian menjadi panduan bagi karangan-karangan ilmu Tajwid, Qiraat, serta bacaan Al-Qur'an hingga hari ini.
NAMA CABANG ILMU
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diterangkan, ‘ilmu’ adalah suatu pengetahuan atau kepandaian tentang suatu bidang tertentu. Sedangkan kata ‘tajwid’ adalah cara membaca al-Qur’an dengan lafal atau ucapan yang benar. Jika kata tersebut digabungkan, bisa jadi artinya adalah suatu pengetahuan yang telah disusun dan disertai metode-metode guna membaca al-Qur’an dengan baik dan benar.
Metode ini mulai dari pengucapan huruf-huruf hijaiyah-nya, kemudian tebal-tipisnya, panjang-pendeknya, sifat-sifatnya, sampai kepada hukum membacanya ketika bertemu dengan huruf yang lain. Melalui ilmu tajwid inilah, bisa melahirkan suatu bacaan yang baik dan benar.
PENGAMBILAN HUKUM ILMU TAJWID
Sumber pengambilan ilmu dalam ilmu tajwid adalah dari cara Rosululloh shalallahu'alaihi wa sallam membaca al Qur'an kemudian dari cara para sahabat membaca al Qur'an. Begitu juga cara tabi'in dan tabi'ut tabi'in dan para imam Qiro-ah hingga sampai pada zaman kita dari para masyayikh dengan sanad mutawatir
HUKUM MEMPELAJARI ILMU TAJWID
Bagaimana dengan hukum yang dikenakan untuk mempelajari Ilmu Tajwid ini? Hukum mempelajari Tajwid yang merupakan sebuah ilmu pengetahuan adalah Fardhu Kifayah. Yaitu dimana jika diantara kamu sudah ada yang mempelajari teori dan istilah di dalam ilmu tajwid, maka kewajiban tersebut menjadi gugur untuk orang yang lainnya.
Namun, sebagai ummat Islam yang benar-benar mencintai dan mengakui bahwa kita Muslim. Hukum Tajwid ini di dalam prakteknya saat membaca Al-Qur’an adalah Fardhu Ain. Yaitu kita wajib mengaplikasikan ilmu Tajwid ini di dalam setiap kita membaca Al-Qur’an di setiap kata dan hurufnya.
Adapun beberapa hukum atau dalil yang menyatakan kewajiban kita untuk mengaplikasikan ilmu Tajwid di dalam membaca Al-Qur’an. Hukum mempelajari ilmu tajwid tersebut diantaranya adalah :
Sumber Hukum Wajib Tajwid dari Al-Qur’an
Sumber hukum pertama kita ambil dari salah satu ayat suci Al-Qur’an, lebih tepatnya pada surat Al-Muzzamil ayat 73 yang bunyinya:
“Dan bacalah Al Qur’an itu dengan perlahan/tartil (bertajwid)”
Jadi di dalam membaca Al-Qur’an, kita diwajibkan untuk membaca secara tartil. Yaitu membaca setiap huruf dan kata Al-Qur’an dengan memperindah pengucapannya atau sesuai dengan Tajwid.
Sumber Hukum Wajib Tajwid dari Al-Hadist
Sumber hukum kedua yang menyatakan bahwa kita wajib membaca Al-Qur’an dengan Tajwid yang benar ada di dalam Hadist Rasulullah Muhammad S.A.W. Hadist ini diriwayatkan langsung oleh Ummuh Salamah r.a yang merupakan Istri Nabi saat ditanyakan tentang bagaimana Rasulullah di dalam membaca Al-Qur’an dan bacaan Shalat. Maka Beliau menjawab :
”Ketahuilah bahwa Baginda Nabi muhammad S.A.W. Sholat kemudian tidur yang lamanya sama seperti ketika beliau sholat tadi, kemudian Baginda kembali sholat yang lamanya sama seperti ketika beliau tidur tadi, kemudian tidur lagi yang lamanya sama seperti ketika beliau sholat tadi hingga menjelang shubuh. Kemudian dia (Ummu Salamah) mencontohkan cara bacaan Rasulullah S.A.W. dengan menunjukkan (satu) bacaan yang menjelaskan (ucapan) huruf-hurufnya satu persatu.” (Hadits 2847 Jamik At-Tirmizi).
Dari hadist tersebut dapat kita ketahui bahwa Ummuh Salamah menjelaskan tentang bacaan tajwid Al-Qur’an yang dibaca Rasulullah. Dan menandakan bahwa di dalam Shalat pun, kita juga harus tetap menerapkan Ilmu Tajwid di dalam setiap bacaannya.
APA SAJA YANG DIPELAJARI DALAM ILMU TAJWID
Pembahasan inti dalam ilmu tajwid adalah
Makhorijul Huruf
Sifat Huruf Asli atau biasanya disebut Sifat Dzatiyah
Sifat Sifat yang muncul karena huruf yang telah tersusun biasanya disebut sifat ‘arodhoyyah, seperti:
· Idghom harfain mutamatstsilain dan mutajanisain
· Hukum lam syamsiyyah dan qomariyah
· Hukum mim sakinah
· Hukum nun sakinah dan tanwin
· Hukum banyak pengulangan
1. HUKUM NUN MATI
– Izh-har Halqi, yaitu pembacaan nun mati atau tanwin yang sesuai makhroj-nya (tidak di-ghunnah-kan) apabila bertemu dengan salah satu huruf izhhar.
Huruf-huruf izhhar adalah : ء ـ ة ـ ع ـ ح ـ غ ـ خ
Contoh-contoh izhhar:
مِنْ هَادٍِ ـ مِنْ عِلْمٍِ ـ عَيْنٍِ ءانِيَةٍِ ـ فَرِيْقًَا هَدَى ـ يَنْهَوْنَ ـ أَنْعَمْتَ
– Idgham, yaitu pengucapan nun mati atau tanwin secara lebur ketika bertemu huruf-huruf idgham, atau pengucapan dua huruf seperti dua huruf yang di-tasydid-kan. Ketentuan ini berlaku ketika pertemuan nun mati dengan huruf idgham dalam dua kata yang terpisah. Idgham dibagi dua yaitu:
> Idgham bil ghunnah atau ma’al ghunnah (yang harus digunakan)
> Idgham bila ghunnah (yang tidak boleh digunakan)
Huruf-huruf idgham bil ghunnah : ي ـ ن ـ م ـ و
Huruf-huruf idgham bila ghunnah : ل ـ ر
Contoh-contoh idgham :
أَنْ يَضْرِبَ ـ خَيْرًا يَرَاهُ ـ مَالاًَ لُّبَدًا ـ أن لَّمْ
Dikecualikan empat kata yang tidak boleh dibaca sesuai dengan kaidah ini, karena pertemuan nun mati dengan huruf idgham dalam satu kata. Cara membacanya harus jelas dan disebut izhhar muthlaq, yaitu:
الدُّنْيَا ـ بُنْيَانْ ـ قِنْوَانْ ـ صِنْوَانْ
– Iqlab, yaitu pengucapan nun mati atau tanwin yang bertemu dengan huruf ba’ yang berubah menjadi mim dan disertai dengan ghunnah.
Contoh-contoh iqlab: أَن بُوْرِكَ ـ يَنْبُوْعً ـ سَمِيْعٌ بَصِيْرٌ
– Ikhfa’ Haqiqi, yaitu pengucapan nun mati atau tanwin ketika bertemu dengan huruf-huruf ikhfa’ memiliki sifat antara izhhar dan idgham dengan disertai ghunnah. Huruf-huruf ikhfa’ berjumlah 15, yaitu:
ص ـ ذ ـ ث ـ ك ـ ج ـ ش ـ ق ـ س ـ د ـ ط ـ ز ـ ف ـ ت ـ ض ـ ظ
Contoh ikhfa’ haqiqi: مِنْ صِيَامٍِ ـ فَانْصُرْنَا ـ مَاءًَ ثَجَّاجًا ـ قَوْلاًَ سَدِيْدًا
2. HUKUM MIM MATI
– Ikhfa’ Syafawi, yaitu apabila mim mati bertemu dengan ba’. Cara pengucapannya mim tampak samar (bibir tanpa ditekan kuat) disertai dengan ghunnah. Contoh: تَرْمِيْهِمْ بِحِجَارَةٍِ
– Idgham Mitslain, atau idgham mimi yaitu apabila mim mati bertemu dengan mim. Cara pengucapannya harus disertai dengan ghunnah.
Contoh: إنَّهَا عَلَيْهِمْ مُّؤْصَدَةٌ
– Izh-har Syafawi, yaitu apabila mim mati bertemu dengan selain huruf mim dan ba’. Cara pengucapannya adalah mim harus dibaca jelas, harus tampak jelas tanpa ghunnah, terutama ketika bertemu dengan fa’ dan waw. Sedikitpun mim tidak boleh terpengaruh makhroj fa’ dan waw walaupun makhrojnya berdekatan/sama. Contoh: أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ـ هُمْ فِيْهَا خَالِدُوْنَ
3. HUKUM MIM DAN NUN BERTASYDID
Setiap mim dan nun yang bertasydid wajib dighunnahkan. Ketika membaca mim yang bertasydid cara membacanya bibir harus merapat dengan sempurna, dan ketika membaca nun yang bertasydid ujung lidah harus menempel pada makhroj nun dengan sempurna/kuat. Contoh:
عَمَّ يَتَسَاءَلُوْنَ ـ فَأُمُّهُ هَاوِيَةًَ ـ يَـأَيُّهَاالْمُزَّمِّلْ
4. HUKUM LAM TA’RIF (ALIF LAM)
Berdasarkan cara pembacaannya ini, alif lam dibagi menjadi dua macam :
– Alif Lam Qamariyah, yakni alif lam harus dibaca jelas ketika menghadapi huruf-huruf berikut: ء ـ ب ـ غ ـ ح ـ ج ـ ك ـ و ـ خ ـ ف ـ ع ـ ق ـ ي ـ م ـ ه
Contoh : الْخَالِقُ ـ الْعِلْمُ ـ الْقَادِرُ ـ الْمَرْجَانْ ـ الْجَنَّةُ
– Alif Lam Syamsiyah, yakni alif lam harus dibaca idgham (masuk ke dalam huruf berikutnya) apabila bertemu dengan huruf-huruf berikut:
ط ـ ث ـ ص ـ ر ـ ت ـ ض ـ ذ ـ ن ـ د ـ س ـ ظ ـ ز ـ ش ـ ل
Contoh: النُّوْرُ ـ الدِّيْنُ ـ الصَّلاَةُ ـ اللَّيْلُ
5. HUKUM MAD
Mad adalah memanjangkan lama suara ketika mengucapkan huruf mad. Huruf mad ada tiga yaitu :
– و (waw sukun) yang huruf sebelumnya berharokat dhommah.
– ي (ya’ sukun) yang huruf sebelumnya berharokat kasrah.
– ا (alif) yang huruf sebelumnya berharakat fat-hah. Contoh: نُوحِيـهَـا
Mad secara umum terbagi menjadi dua, yaitu Mad Ashli dan Mad Far’i.
I. Adapun pembagian mad Ashli adalah sebagai berikut:
a. Mad Thabi’i, yaitu mad yang tidak terpengaruhi oleh sebab hamzah atau sukun, tetapi didalamnya ada salah satu huruf mad yang tiga; alif, ya’, waw. Contoh: إِيَّاكَ – يَدْخُلُوْنَ – فِيْ جِيْدِهَا
b. Mad Badal, yaitu apabila terdapat hamzah bertemu dengan mad. Panjangnya 2 harakat.
Contoh: أُوْتِيَ – ءَادَمَ – إِيْمَانٌُ – اِيْتُوْنِيْ
c. Mad ‘Iwadh, yaitu berhenti pada huruf yang bertanwin fat-hah. Panjangnya 2 harakat. Catatan:
Huruf Hamzah yang bertanwin fat-hah terkadang disudahi dengan alif, atau terkadang didahului alif, cara membaca tetap sama 2 harakat. Dan pengecualian berhenti pada Ta’ Marbuthah yang bertanwin fat-hah cara membacanya ta’ harus mati dan berubah menjadi Ha’.
Contoh: عَلِيْمًا حَكِيْمًا – غَفُوْرًا رَحِيْمًا – لَيْسُوْا سَوَاءًَ – جُزْءًَا
d. Mad Tamkin, yaitu apabila terdapat ya’ bertasydid bertemu dengan ya’ sukun. Panjangnya 2 harakat.
Contoh: وَإِذَا حُيِّيْتُمْ – فِيْ الأُمِّيِّيْنَ
e. Mad Shilah Qashirah, yaitu apabila terdapat ha’ dhamir (bunyi hu atau hi) bertemu dengan selain
hamzah. Panjangnya 2 harakat.
Contoh: وَامْرَأَتُهُ حَمَّالَةَ الْحَطَبِ – لاَ تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلاَ نَوْمٌ
Keterangan:
– Ha’ dhamir tidak dibaca panjang 2 harakat apabila salah satu huruf sesudah atau sebelumnya mati. Kecuali ayat 69 didalam surah Al-Furqan, yaitu:
وَيَخْلُدْ فِيهِ مُهَاناً maka ha’ dibaca panjang 2 harakat walaupun sebelumnya didahului huruf mati. Mad ini disebut Mad Al-Mubalaghah.
– Selain ha’ dhamir tidak dibaca panjang.
Contoh: لَمْ يَنْتَهِ لَنَسْفعا
II. Adapun pembagian mad Far’i adalah sebagai berikut:
– Mad Far’i yang bertemu dengan hamzah ada 3 macam:
a. Mad Wajib Muttashil, yaitu apabila terdapat mad bertemu dengan hamzah dalam satu kalimat. Panjangnya 4 harakat ketika washal, sedangkan dalam keadaan waqaf boleh dibaca 4, 5 atau 6 harakat.
Contoh: إِذَا جَاءَ نَصْرُ اﷲ – مَنْ يَعْمَلْ سُوءاًَ…
b. Mad Ja’iz Munfashil, yaitu apabila terdapat mad bertemu dengan hamzah dalam kalimat yang terpisah. Panjangnya 4 atau 5 harakat.
Contoh: اﷲ وَمَا أُمِرُوا إِلاَّ لِيَعْبُدُوا – فِي أَحْسَنِ تَقْوِيْمٍِ
c. Mad Shilah Thawilah, yaitu apabila terdapat ha’ dhamir bertemu dengan hamzah dalam kalimat yang terpisah. Panjangnya 4 atau 5 harakat.
Contoh: أَنَّ مَالَهُ أَخْلَدَهُ – يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ
– Mad Far’i yang bertemu dengan Sukun atau Tasydid ada 5 macam:
a. Mad Farqi, yaitu mad badal sesudahnya berupa huruf yang bertasydid. Panjang 6 harakat. Mad ini hanya terjadi pada 2 kalimat dan terdapat di dalam tiga surat, yakni surat Al-An’am : 143-144, Yunus : 59 dan An-Naml : 59.
Lafazhnya: قُلْ ء الذَّكَرَيْنِ – ء اﷲ خَيْرٌ
b. Mad Lazim Kilmiy Mutsaqqal, yaitu apabila huruf atau bacaan mad sesudahnya berupa huruf yang bertasydid. Panjangnya 6 harakat.
Contoh: مِنْ دَابَّةٍ – حَـاجَّ – تَحَـاضُّوْنَ
c. Mad Lazim Kilmiy Mukhoffaf, yaitu mad badal sesudahnya terdapat huruf sukun. Panjangnya 6 harakat, dan mad ini hanya terdapat pada surat Yunus: 51 dan 91. Contoh: ءالـٰنَ وَقَدْ كُنتُم بِهِ تَسْتَعْجِلُونَ
d. Mad Lazim Harfiy Mutsaqqal, yaitu mad yang terjadi pada huruf Muqaththa’ah yang terdapat di sebagian beberapa awal surat. Cara membaca huruf tersebut sesuai dengan nama hurufnya, dibaca panjang 6 harakat dan diidghamkan. Contoh: الـم = أَلِفْ لاَمْ مِيْم – طسم = طاَ سِيْن مِيْم
e. Mad Lazim Harfiy Mukhaffaf, yaitu mad yang terjadi pada huruf Muqaththa’ah yang terdapat disebagian beberapa awal surat. Cara membaca huruf tersebut sesuai dengan nama hurufnya, dibaca panjang 6 harakat, tetapi tanpa diidghamkan. Contoh: ق = قَافْ – عسق = عَيْنْ سِيْنْ قَافْ
– Mad Far’i karena waqaf, ada 2 macam:
a. Mad ‘Aridh Lissukun, yaitu apabila mad thabi’i jatuh sebelum huruf yang diwaqafkan. Panjangnya boleh 2, 4 atau 6 harakat.
Contoh: إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِيْنَ – الْحَمْدُ للّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
b. Mad Liin, yaitu apabila berhenti pada suatu huruf sebelumnya berupa waw sukun atau ya’ sukun yang didahului oleh huruf berharakat fat-hah. Panjangnya boleh 2, 4 atau 6 harakat.
Contoh: خَوْف – الصَّيْف – البَيْت – عَلَيْهِ – مَثَلُ السَّوْءِ
6. AT-TAFKHIM DAN AT-TARQIQ
Tafkhim berarti menebalkan suara huruf, sedangkan Tarqiq adalah menipiskannya. Tafkhim dan Tarqiq terdapat pada 3 hal :
a. Lafazh Jalalah, yaitu lafazh Allah. Al Jalalah maknanya adalah kebesaran atau keagungan. Cara membacanya ada dua macam, yaitu tafkhim dan tarqiq.
Lafazh Jalalah dibaca tafkhim apabila keadaannya sebagai berikut:
– Berada di awal susunan kalimat atau disebut Mubtada’ (Istilah tata bahasa Arab). Contoh: اللّهُ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ
– Apabila Lafazh Jalalah berada setelah huruf berharakat fat-hah.
Contoh: قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ
– Apabila Lafazh Jalalah berada setelah huruf berharakat dhammah.
Contoh: نَارُ اللَّهِ الْمُوقَدَةُ
Sedangkan dibaca Tarqiq apabila sebelum lafazh Jalalah huruf berharakat kasroh. Contoh: بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
b. Huruf-huruf Isti’la ( خ – ص – ض – غ – ط – ق – ظ )
Semua huruf isti’la harus dibaca tafkhim, dengan dua tingkatan. Pertama, tingkatan tafkhim yang kuat, yakni ketika sedang berharakat fat-hah atau dhammah. Kedua, adalah tingkatan tafkhim yang lebih ringan, yakni ketika berharakat kasrah atau ketika sukun dengan huruf sebelumnya berharakat kasrah. Juga harus dibaca tafkhim apabila nun mati atau tanwin (hukum ikhfa’ haqiqi) bertemu dengan huruf isti’la, kecuali apabila bertemu dengan huruf ghain dan kha’. Sebaliknya, seluruh huruf istifal (huruf-huruf selain huruf isti’la) harus dibaca tarqiq, kecuali ra’ dan lam pada lafazh jalalah.
c. Huruf Ra’, dibacanya tafkhim apabila:
– Ketika berharakat fat-hah.
– Ketika berharakat dhammah.
– Ra’ sukun sebelumnya berharakat fat-hah.
– Ra’ sukun sebelumnya huruf berharakat dhammah.
– Ra’ sukun karena waqaf sebelumnya huruf berharakat fat-hah.
– Ra’ sukun karena waqaf sebelumnya huruf berharakat dhamaah.
– Ra’ sukun karena waqaf sebelumnya alif.
– Ra’ sukun karena waqaf sebelumnya waw.
– Ra’ sukun karena waqaf sebelumnya huruf yang mati, dan didahului huruf
fat-hah atau dhammah.
– Ra’ sukun sebelumnya hamzah washal.
– Ra’ sukun sebelumnya huruf berharakat kasrah dan sesudahnya huruf isti’la
tidak berharakat kasrah serta berada dalam satu kalimat.
Sedangkan huruf Ra’ dibaca tarqiq apabila keadaannya sebagai berikut:
– Ra’ berharakat kasrah.
– Ra’ sukun sebelumnya berharakat kasrah dan sesudahnya bukan huruf isti’-
la, atau bertemu huruf isti’la namun dalam kata yang terpisah.
– Ra’ sukun karena waqaf sebelumnya huruf kasrah atau ya’ sukun.
– Ra’ sukun karena waqaf sebelumnya bukan huruf isti’la dan sebelumnya di
dahului oleh kasrah.
Kemudian Ra’ yang boleh dibaca tafkhim atau tarqiq:
– Ra’ sukun sebelum berharakat kasrah dan sesudahnya huruf isti’la berhara-
kat kasrah.
– Ra’ sukun karena waqaf, sebelumnya huruf isti’la sukun yang diawali de-
ngan huruf berharakat kasrah.
– Ra’ sukun karena waqaf dan setelahnya terdapat ya’ terbuang.
7. IDGHAM
Idgham artinya memasukkan atau melebur huruf. Idgham dibagi 3 yaitu:
a. Idgham Mutamatsilain, yaitu apabila berhadapannya dua huruf yang sama makhraj dan sifatnya.
Contoh: اضْرِب بِّعَصَاكَ الْحَجَر – وَقَد دَّخَلُوْا – يُدْرِكـكُّمُ الْمَوْتُ
b. Idgham Mutajanisain, yaitu apabila berhadapannya dua huruf yang sama makhrajnya, namun sifatnya berlainan. Yaitu pada makhraj huruf:
(ط-د-ت) – (ظ-ذ-ث) – (م-ب)
Contoh: قَـد تَّبَيَّـنَ dibaca langsung masuk ke huruf ta’
ارْكَب مَّعَنَـا dibaca langsung masuk ke huruf mim
c. Idgham Mutaqaribain, yaitu apabila berhadapannya dua huruf yang ham-pir sama makhraj dan sifatnya. Yaitu pada huruf ق – ك dan ل – ر .
Contoh: أَلَمْ نَخْلُقـّكُمْ dibaca tanpa meng-qalqalah-kan qaf
وَقُل رَّبِّ dibaca tanpa menampakkan lam
8. TANDA-TANDA WAQAF (BERHENTI)
– م yaitu tanda waqaf yang menunjukkan penekanan untuk berhenti.
– لا yaitu tanda waqaf yang menunjukkan dilarang berhenti secara total (tidak melanjutkan membaca lagi), jika sekedar mengambil nafas dibolehkan.
– صلى yaitu tanda waqaf boleh berhenti, namun washal lebih utama.
– ج yaitu tanda waqaf yang menunjukkan waqaf atau washal sama saja.
– قلى yaitu tanda waqaf yang menunjukkan lebih baik berhenti.
– yaitu tanda waqaf agar berhenti pada salah satu kata.
9. ISTILAH-ISTILAH DALAM AL-QUR’AN
a. Sajdah. Pada ayat-ayat sajdah disunahkan melakukan sujud tilawah. Sujud ini dilakukan di dalam atau diluar shalat, disunahkan pula bagi yang membaca dan yang mendengarkannya. Hanya saja ketika didalam shalat, sujud atau tidaknya tergantung pada imam. Jika imam sujud, makmum harus mengikuti, dan begitu pula sebaliknya. Ayat Sajdah terdapat dalam surat: 7:206, 13:15, 16:50, 17:109, 19:58, 22:18, 22:77, 25:60, 27:26, 32:15, 38:24, 41:37, 53:62, 84:21, 96:19.
b. Saktah ( س ) yaitu berhenti sejenak tanpa bernafas. Ada didalam surat: 18:1-2, 36:52, 75:27, 83:14. Contoh: كَلاَّ بَلْ رَانَ
c. Isymam, yaitu menampakkan dhammah yang terbuang dengan isyarat bibir. Isymam hanya ada di surat Yusuf ayat 11, pada lafazh لاَ تَأْمَنَّا
d. Imalah, artinya pembacaan fat-hah yang miring ke kasrah. Imalah ada di dalam surat Hud ayat 41, pada lafazh بِسْمِ اللهِ مَجْرَهَا dibaca “MAJREHA”.
e. Tas-hil, artinya membaca hamzah yang kedua dengan suara yang ringan atau samar. Tas-hil dibaca dengan suara antara hamzah dan alif. Terdapat di dalam surat Fushshilat ayat 44, pada lafazh أَأَعْجَمْيٌّ hamzah yang kedua terdengar seperti ha’.
f. Nun Al-Wiqayah, yaitu nun yang harus dibaca kasrah ketika tanwin bertemu hamzah washal, agar tanwin tetap terjaga.
Contoh: نُوْحٌ ابْنَهُ – جَمِيْعًا الَّذِيْ
g. Ash-Shifrul Mustadir, yaitu berupa tanda (O) di atas huruf mad yang menunjukkan bahwa mad tersebut tidak dibaca panjang, baik ketika washal maupun waqaf (bentuknya bulatan sempurna, dan biasanya terdapat di mushaf-mushaf timur tengah).
Contoh: لَمْ يَكُنِ الَّذِينَ كَفَرُواْ
h. Ash-Shifrul Mustathilul Qa’im, yaitu berupa bulatan lonjong tegak (0) biasanya diletakkan di atas mad. Mad tersebut tidak dibaca panjang ketika washal, namun dibaca panjang ketika waqaf.
Contoh: أَنَاْ خَيرٌ – لَكِنَّاْ
i. Naql, yaitu memindahkan harakat hamzah pada huruf sebelumnya.
Contoh: ﺑﺌﺲَ الاِسْمُ dibaca ﺑﺌﺴَلِسْمُ
(
Komentar
Posting Komentar